TUMPENG ASIAN GAMES

Tumpeng tetap eksis, karena lentur bermetamorfosis. Makanan tradisional yang masuk dalam 30 ikon kuliner Nusantara itu bergerak mengikuti selera zaman. Lalu muncullah aneka kreasi dan ekspresi tumpeng.

Bahkan kini ada tumpeng yang mengikuti momentum. Karena sekarang sedang demam perhelatan olahraga se-ASIA, maka lahirlah tumpeng Asian Games. Setidaknya itulah yang terjadi pada lomba menghias tumpeng di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, Minggu siang.

Dokter dan karyawan peserta lomba putar otak memeras imaji untuk menghadirkan tumpeng yang yahuud. Dalam tempo satu jam terciptalah sajian tumpeng bermacam bentuk, yang sebagian di antaranya mengangkat tema sport. Ada bendera kontingen di antara nasi kuning. Tak ketinggalan  tiga maskot Bhin bhin, Atung, dan Kaka yang lucu berdiri di antara buah, lauk, dan sayur.

Kreator tumpeng tak lagi terikat dengan pakem model tumpeng robyong, sangga langit, arga dumilah, megono, atau tumpeng gunungsari. Pokoknya mereka berekspresi sepenuh imajinasi. Maka lauk yang tersaji tidak lagi tujuh jenis, meskipun “kaidah”nya diwajibkan pitu (tujuh) macam lauk yang berasal dari hewan laut, darat, dan udara, lantaran pitu bermakna pitulungan (pertolongan), yang berarti memohon pertolongan. Maka sah saja jika kemudian muncul ayam suwir, kentaki, sosis, perkedel, abon, dadar telur, lele, bandeng, hingga iwak teri.

Sayurnya timun, tomat, seledri, selada, hingga wortel. Kacang panjang tampaknya masih dipertahankan. Mungkin lantaran dapat dianyam menjadi berbagai bentuk yang artistik. Padahal, zaman dulu kacang panjang dimaknai sebagai simbol agar kita senantiasa berpikir yang panjang. Dihadirkan sayur kecambah agar kita terus bertumbuh.  Ada “urap-urap”, bahwa urip harus urap, hidup harus berbaur atau bersosialisasi.

Yang menarik, meski semua bebas berkreasi, ada satu bentuk yang masih tetap dipertahankan yaitu bentuk kerucut pada nasi tumpeng. Ya, memang itulah substansi tumpeng. Tanpa nasi yang membentuk gunungan dengan ujung lancip pada puncaknya, agaknya tidak layak disebut tumpeng.

Di situ terdapat nilai-nilai falsafah luhur dan ajaran kehidupan yang ditanamkan nenek moyang kita melalui bahasa-bahasa simbolis. Wujud kerucut gunung mengandung harapan agar kehidupan kita senantiasa bergerak vertikal, semakin meningkat dan meninggi dalam hal derajat, pangkat, serta martabat.

Dulu warna tumpeng wajib  berwarna putih (lambang kesucian dan bersih hati) tetapi kini sudah dikembangkan menjadi kuning (keagungan), dan dwi warna merah putih yang mengacu kepada bendera Indonesia.

Tumpeng mengajari kita untuk fokus kepada Yang di Atas. Tumpeng adalah akromin dari “Tumapaking panguripan, tumindak lempeng tumuju Pangeran”  (menjalani kehidupan hendaklah  dengan langkah lurus menuju Tuhan). Ada juga yang memberi tafsir lain, tetapi dengan spirit yang sama, yaitu “yen metu kudu sing mempeng” (kalau sudah keluar/tampil harus dengan sungguh-sungguh).

Yang jelas tumpeng telah bermetamorfose melintasi zaman. Reintepretasi juga terus berlangsung, sebab memang seperti itulah proses kebudayaan. Tumpeng dimaknai sebagai rasa syukur atas kelimpahan nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Tumpeng adalah sebentuk tangan yang menyembah dan memohon kepada Gusti Allah.
Dulu sebelum agama samawi datang ke bumi Pertiwi, tumpeng telah memiliki artinya sendiri. Sejumlah  referensi menyebut tumpeng sebagai penghormatan kepada gunung, tempat luhur di mana dewa dan dewi bersemayam. Simbol gunung Mahameru sumber kemakmuran langgeng yang senantiasa memberikan sumber air bagi kehidupan manusia hewan dan tanaman yang bermukim di lembah ngarai.

Saat ini tumpeng hadir dalam konteks kekinian, dalam suasana eforia Asian Games yang membanggakan hati. Keberhasilan atlet kita merenggut 98 medali  sehingga bertengger di posisi empat  besar, penampilan pembukaan dan penutupan acara yang superkeren, serta kesuksesan kita sebagai penyelenggara dan tuan rumah yang ramah, sungguh patut disyukuri, sungguh layak ditumpengi dengan tumpeng Asian Games.

Sambil menyelami makna gunungan tumpeng, terucap panjatan doa agar bangsa ini semakin maju dan meningkat derajatnya. Semoga ke depan (siapapun pemimpinnya) semuanya menjadi semakin bertambah baik dan kebaikannya semakin bertambah-tambah. Bukankah itu substansi dan energi berkah?

Berkah dalam terminologi Jawa lazim disebut “berkat”. Nasi tumpeng beserta lauk dibagi-bagi, dibungkus daun pisang sehingga menjadi “berkat”, lalu disantap bersama-sama. Kiranya, tumpeng Asian Games bolehlah dibungkus rapi, dijadikan berkah, lalu disimpan di lubuk hati.  

Maka, nikmat Tuhan manalagi yang engkau dustakan? (*)

adrionomatabaru.blogspot.com

Previous
Next Post »