Saya percaya peribahasa lama, putihnya beras karena
gesekan antarsesama gabah. Maka ketika ada tawaran “Kelas Menulis Cerpen” di
Gresiknesia, gratis pula, maka saya sempatkan hadir. Saya ingin bergesekan
dengan sesama penulis . Apalagi narasumbernya mumpuni: cerpenis dan novelis
S.Jai.
Acara yang diselenggarakan Yayasan Gang Sebelah di
Jl. Simpang Terminal 10 Randuangung GKB Gresik ini berlangsung santai tapi
serius, justru lantaran kelas kecil dengan peserta tak lebih dari 10 orang. Maka
diskusi menjadi begitu intens, saling berkenalan, bertanya jawab, termasuk
mengulas karya masing-masing peserta.
Terima kasih kepada Mas Raja Iqbal Islamy dan Mas Jai.
Saya memetik banyak manfaat dari pertemuan Sabtu siang itu. Saya yang selama
ini kerap mengalami kendala saat kepingin menulis fiksi (baca:cerpen) sedikit
banyak telah menemukan solusinya. Mas Jai memesankan betapa pentingnya unsur konflik
dalam sebuah cerita, bakan konflik adalah substansi cerpen. Juga tentang
perlunya pengembangan imajinasi serta memunculkan ambiguitas, sehingga cerpen
tidak sekadar menjadi tulisan ekspresi belaka.
Senang bisa menambah ilmu, meski usia saya tak
mudah lagi. Apalagi ada rencana peserta kelas ini bakal menerbitkan buku
kumpulan cerpen. Sepulang dari cafe Gresiknesia saya sempat membeli buku
kumpulan cerpen “Sirri” Mas Jai.
Setelah baca-baca di rumah semakin jelas apa yang dia maksud dengan perlunya
imajinasi, ambiguitas, dan penguasaan berbahasa. “Kita memang harus mengerti
arti baku sebuah kata-kata, baru setelah itu, kita bisa me-liar-kan kata-kata
itu,” kata penulis yang tinggal di Ngimbang Lamongan itu. Suwun Cak.
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon