Darimana datangnya ketertiban? Dari paksaan turun ke kesadaran. Mungkin begitu keyakinan Pemeritah Kota Surabaya, saat memasang kamera pemantau Closed Circuit Television (CCTV) di setiap
perempatan jalan kota. Proses pemasangan dikebut, siang kemarin, di saat jam-jam
sibuk, petugas tetap memasang CCTV di perempatan Jemur Andayani.
Kini alat pengawas tanpa berkedip memelototi perilaku
pengendara di saat lampu merah. Jangan
coba-coba main serobot, atau menginjak garis pembatas, bila tidak ingin kena “priiitt”,
tilang elektronik.
Pada masa sosialisasi ini saya melihat memang ada
perubahan yang cukup berarti. Banyak pengendara bolak-balik mendongak ke atas,
mengamati kamera pengintai itu. Mereka (terpaksa) bersabar menunggu lampu hijau
menyala, baru tancap gas. Baru beberapa hari diuji coba Pemkot mengklaim
program ini sudah dapat menurunkan potensi pelanggaran sekitar 50 persen.
Di sana sini memang masih terlihat ketidaktertiban.
Pedagang sayur cuek melaju, ada juga orang berseragam kantoran zigzag nyelonong
lepas. Namun, secara umum, sepertinya masyarakat
sudah “well informated”. Melalui sosmed, fb, line, hingga grup WA mereka segera
tahu bila Surabaya tengah melakukan rekayasa sosial mengubah perilaku pengguna
jalan.
Bakal efektifkah? Waktu yang akan menjawabnya. Yang
jelas, teknologi kian memiliki kapasitas untuk membikin manusia taat aturan.
Sistem absensi sidik jari (fingerprint digital ) hingga kini terbukti belum
bisa “diakalin” para pembolos kerja. (*)
adrionomatabaru.blogspot.com
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon