XOGO MANADO


 
Manado, kembali kuhirup segar udara kotamu setelah jumpa pertama denganmu 2009 lalu. Ketika aku masih menjadi reporter Arek TV yang meliput pemecahan rekor dunia, 2.750 penyelam melakukan upacara 17 Agustusan di dalam laut, di perairan pantai Malalayang yang biru. Aku jadi kepingin lagi mengunyah nasi kuning di atas kapal motor yang melaju menuju taman laut  Bunaken. Tapi aku tak yakin hal itu bisa keturutan, karena tak banyak waktu yang kumiliki kali ini.

Seharian tadi sudah kau sajikan indahnya nyiur melambai sekaligus kucicipi sejenak kemacetan kota. Lalu kau suguhkan ikan bakar rica-rica, kerapu woku belanga, dan sayur pakis bunga papaya, hanya dalam dua opsi: pedas dan pedasss sekali!

Kuedarkan mata mencari-cari patung Dotu Lolong Lasut ikon penanda kota di sela lalu lalang kendaraan. Ah, terlewat. Sudahlah, toh benakku masih kuat menyimpan memori tentang 5 B yang menjadi kebanggaan Manado: Bunaken, Boullevard, Bukit Kasih, Bubur Manado, dan Bibir (?) Manado.

Itu Bukit Kasih di Desa Kanonang apa masih menebar sapta pesona wisata? Dulu pernah kutapaki ratusan tangga menanjak demi menziarahi tempat-tempat ibadah lima agama. Mengunyah jagung yang direbus pakai sumber air panas sungguh nikmat. Apalagi sambil selonjor kaki yang dipijat-pijat penduduk setempat.

Aku jadi ingin kembali melongok pasar tradisional di ketiak kota. Melihat pedagang daging yang menggelar dagangan di atas lapak. Ada daging ayam, sapi, hingga ikan cakalang fufu. Tapi ada juga daging paniki (kelelawar), anjing, dan tikus. Diam-diam memotretnya, setelah itu beringsut pergi dengan naik bendi.

Sekarang, ruko mewah dan plaza kelihatannya terus bertambah. Tapi sejak dulu sampai kini tak kunjung kutemui pusat perbelanjaan berlogo XOGO di seantero kota Manado. Mengapa? 

Seorang ibu PNS separoh baya dengan sukarela memberitahu jawabannya.
“Jika XOGO buka di sini, pasti tidak laku, Pak,” katanya pede.
“Oh ya? Kenapa memang?” aku mengejar.
“XOGO itu dalam bahasa Manado artinya ….(maaf)… kumis bawah….hahaha,” katanya disusul ringkik kuda betina.
“Oh… gitu,” kataku melongo. Sejurus kemudian kulontarkan skak balik, ”kalau dalam bahasa Jawa Timur istilahnya bukan  XOGO Ibu, tapi…. Jember Utara.” (adrionomatabaru.blogspot.com). Foto: m.sisidunia.com

Previous
Next Post »