IBU



Ibu, jika aku sukses dalam studi, itu tentu bukan karena kepandaianku. Tetapi pasti karena doa-doamu yang ter-ijabah. Sebab betapa banyak orang yang lebih cerdas dariku ternyata terbengkelai kuliahnya.

Ibu, jika aku mudah melamar kerja, itu tentu bukan karena kelihaian lobi, skill, dan kompetensiku.
Tetapi pasti karena buah dari airmata dalam sujud-sujud malammu yang panjang.
Sebab betapa banyak orang berduwit yang siap membeli mahal kursi yang hendak kududuki.

Ibu, jika kini aku tidak terlilit hutang, itu bukan lantaran aku berlimpah harta. Tetapi hanya berusaha menaati pesan sederhanamu: “Dadi uwong iku ojok kendel utang” (Jadi orang itu jangan berani utang). Sebab betapa tidak sedikit orang berpenghasilan tinggi tetapi jatuh terperosok ke jurang utang konsumtif yang dalam.

Ibu, jika hingga kini belum tercoreng mukaku, tentu itu bukan karena aku orang baik. Tetapi pasti karena munajadmu yang mampu menghijab seluruh aibku. Sebab kini banyak ustad bersorban dan memangku pondok pesantren mulai tersingkap kedoknya dan digelandang ke kantor polisi.

Ibu, kini engkau telah berada di alam kelanggengan. Namun dalam kesibukan kerja, aku masih kerap melupakanmu. Bahkan untuk rutin mendoakanmu, aku belum mampu.
Ter-la-lu. (adrionomatabaru.blogspot.com)


Previous
Next Post »