TAMU AGUNG



Orang Jawa umumnya senang tapi agak gagap bila kedatangan tamu. Sikap itu tergambar dalam tembang dolanan lama  yang lucu: “E... dayohe teka…e beberna klasa….e klasane bedhah.. e..tambalen bola …. dst…… 

Saya tadi siang kedatangan serombongan tamu agung, para guru dari Sekolah Inovatif SD Maarif Jogosari, Pandaan. Sebelum mereka datang sayapun bergegas mbeberna klasa (menggelar tikar). Kenapa tikar? Ya, karena tikar flesibel bisa menampung banyak orang di dalam ruang tamu saya yang tidak luas. Tapi klasane tidak sampek bedhah lah karena saya tidak terlalu gupuh. Saya suguh seadanya. Jajanan bersahaja dan agak agraris: kue kucur, pastel, sawo madu, dan sisa kue lebaran. 

Sungguh saya amat menghargai silaturahmi. Oleh karena itu saya merasa bahagia bila kedatangan tamu. Ini berkah di bulan Syawal. Saling kunjung-mengunjungi bukanlah kegiatan ringan. Butuh kerelaan untuk kehilangan waktu, tenaga, dan biaya. Hanya mereka yang ringan langkahnya, punya ikatan batin, kelapangan  hati, dan taat kepada sunnah Kanjeng Nabi yang bisa melakukannya. Apalagi saat ini, orang bisa saling berbincang via dunia maya setiap saat. Bisa dengan gampang minta maaf lahir batin lewat medsos sambil nonton tivi atau disambi methingkrang main catur.

Tetapi beranjang sana secara “manual”  tetaplah beda rasanya. Bertatap muka, ngobrol, dan tertawa membuat kita merasakan menjadi manusia kembali. Menjalani hidup di alam sebenarnya.  Apalagi yang hadir kali ini bukanlah orang biasa, karenanya saya menyebut tamu agung. Mereka bukan hanya pengajar tetapi juga pendidik. Sekumpulan guru yang bukan hanya memberi nilai raport  tetapi juga mengajarkan nilai-nilai etika dan ketauhidan. 
 
Bergaul dengan guru membuat saya jadi tertular ikut-ikutan berperilaku baik. Contoh kecil, saya yang dulu seenaknya minum softdrink dengan tangan kiri dan sambil berdiri, akhirnya jadi sadar bahwa perilaku itu tidak sepantasnya dilakukan.   

Terima kasih Cikgu Maarif, ojok kapok yo nang gubukku …


Previous
Next Post »