ELEGI ARBANAT


Zaman dulu ada teka-teki, bunyinya begini: Ayo cobalah  tebak. “Kalau barangnya masih banyak dia menangis, kalau barangnya habis dia malah diam. Siapa dia?”  Jawabnya: ya pedagang arbanat.

Dengarlah, suara alat musiknya yang mengerupai rebab itu. Digesek maju-mundur, hingga menghadirkan  nada-nada melodis lembut yang kadang terdengar bagai senandung rintihan. Oleh karena itu orang lantas menganggapnya seperti tangisan. Bilamana dagangannya sudah habis maka berhentilah suara yang menyayat hati itu.

Arbanat adalah jajanan jadul yang terbuat dari gula pasir. Gula pasir dicampur dengan air lalu dipanaskan di wajan hingga meleleh. Seteleh agak dingin dan masih lembek, adonan tersebut dicabuti sehingga membentuk serabut-serabut mirip rambut beruban. Wajar jika di Betawi, kata Pak Sukemi kemi,  jajan manis yang digemari anak-anak ini dinamai rambut nenek. Orang Madura menyebut dengan bulu embik atau bulu domba (perlu konfir Ahmad Supardi ini). Di Bali, bernama gula ketupung (betulkah Kendedes Oentari?).

Tetapi yang lucu adalah ucapan emak-emak di desaku dulu. Kalau ada anak merengek minta arbanat, segera saja disemprot dan dirusak seleranya: “Koen ngerti, arbanat itu teka apa? Digawe teka rambute  wong  mati.” Ah, akal-akalan orang tua, agar anaknya tidak minta njajan melulu. Maklumlah zaman itu duwit susah dicari.

Yang pasti arbanat pernah tampil menjadi makanan favorit di zamanya. Begitu populer hingga dijadikan bahan teka-teki dan memancing lahirnya parikan (pantun) jenaka. “Arbanat kelopo ijo, durung sunat njaluk bojo” (arbanat kelapa hijau, belum khitan minta istri).

 “Harganya pinten, Pak?” tanya anak ragil saya yang sejak dulu doyan arbanat.

“Sak kersa,” jawabnya kalem.

“Tiga ribu angsal?”

“Monggo, mboten nolak rezeki,” jawabnya langsung sigap melayani. 

Sebuah dialog yang menyiratkan betapa rentannya bargaining yang dimiliki tukang arbanat, hingga dia merasa tidak perlu mematok harga. Dengan tiga ribu rupiah saja sudah cukup banyak arbanat yang diserahkan.

Tukang arbanat ini mengaku berasal dari LA alias Lamongan Asli. Dari kaos yang dikenakan terdapat secuil identitas tambahan “Bu Wartila RT 2/RW 2”. Tapi tidak jelas desanya apa (mungkin Pak Agus Fathoni tahu?). Saya menduga itu nama pengusaha UMKN arbanat, juragannya.  

Usai meladeni pembeli, alat musiknya digesek lagi. Rebab sederhana berwarna tanah. Alat tersebut dimainkan sedemikian rupa hingga terjadi pergeseran satu nada ke nada lain tanpa memutus suara. Hasilnya, keluar sensasi suara-suara yang mengalun merdu tapi terkesan mendayu-dayu.

Kelihatannya tempo dan ritmik tidak begitu terukur tetapi dimainkan dengan bebas sekehendak gerak hatinya. Tidak mengapa, toh sebenarnya dia tidak sedang berkesenian, tetapi sedang mencari sandang pangan. Alunan nada cuma alat memikat hati calon pembeli.

Suaranya yang lembut rebab arbanat jelas kalah jikalau berpapasan  bakul gethuk lindri.  Dengan menggunakan sound system bakul gethuk lebih atraktif. Menghentak perhatian publik dengan lagu campursari Denny Caknan: “Los dol, ndang lanjut lehmu WhatsApp-an. Cek paket datane yen entek tak tukokne….!!!

Bisa terjadi adu alat promosi. Tetapi kerasnya suara musik tidak selalu berbanding lurus dengan derasnya aliran rezeki. Dalam sejumlah kasus rezeki lebih memilih jalan sunyi, dan pembagi rezeki kadang suka pada anomali.  Nyanyian arbanat boleh jadi lebih menyentuh hati.

Hari sudah menjelang Ashar ketika penjual arbanat itu melangkah ke barat, menyusuri kampung-kampung berikutnya. Mendengar musik geseknya masih terus berbunyi ini indikasi bahwa dagangan di kalengnya belumlah habis.

Suaranya lembut naik turun. Semoga itu senandung daya hidup yang tegar dalam menghadapi  hari-hari musim pandemi.  Bukan rintihan apalagi tangisan sebagaimana diibaratkan  dalam teka-teki jadul di awal tulisan ini.

Dan siapa tahu di tengah instrumentalia yang terus menyapa telinga itu, dia isi dengan salawat Nabi dan tembang-tembang pujian kepada Ilahi? Atau diam-diam  rebabnya dijadikan sebagai backsound dari detak zikir di dalam hati?

(adrionomatabaru.blogspot.com)

 


 

Previous
Next Post »