KEREN, 285 ANAK DESA ITU IKUT WEBINAR



 Saya meyakini selalu ada sisi-sisi menguntungkan di tengah meluasnya pandemi COVID-19. Proses belajar mengajar di sekolah reguler mengalami hambatan, karena dilarangnya kegiatan tatap muka di dalam kelas. Lalu pembelajaran online menjadi pilihan, betapapun disertai sejumlah kegagapan dan ketidaksiapan di sana-sini.

Pas hari Kartini ini sukses berlangsung seminar melalui situs web (webinar) melalui aplikasi Zoom yang dikuti 285 siswa SMA/MA yang berada berbagai penjuru kota di Jawa Timur.  Ini kali pertama seminar daring massal yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jatim bekerja sama dengan ITS Surabaya.

Jangan tergesa berprasangka sambil bilang, “tentu saja bila jalan karena semua pesertanya pasti siswa milenial yang familiar dengan gadged.” Anda salah. Yang ikut webinar ini adalah remaja desa yang bersekolah di SMA/MA pinggiran desa, siswa peserta program Double Track (DT).

Seperti diketahui Double Track adalah program ketrampilan tambahan bagi di sekolah-sekolah SMA/MA yang mayoritas siswanya (85% ke atas) tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mereka rata-rata berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah (lihat link: smadt.net).

Lalu bagaimana mereka keren bisa ikut bergabung via Zoom? Itulah kekuatan “the power of kepepet.” Kalau tak punya alat ya pinjam. Ada yang pakai laptop milik laboratorium komputer sekolah, ada yang pinjam smarphone trainernya, gurunya, saudara, atau tetangga.  Yang penting satu: Pokoknya bisa mendaftar dan ikut bergabung, ikut menimba ilmu.

Apalagi ilmu yang dibagikan sangat relevan dan kontekstual keadaan kehidupan yang makin kompetitif. Pak Setiyo Agustiono, fasilitator DT dari ITS memotivasi siswa untuk mengembangkan diri menjadi seorang entepreneur. Narsum Prasetyo Adi, seorang praktisi konten kreator “kawabiki desain branding”, berbagi pengalaman mencari penghasilan di dunia online. Bahkan Khunainnin Mutidzul Qiram, siswa SMAN1 Panji Sitobondo, juga sempat berbagi pengalaman tentang suksesnya memproduksi bakpia rasa mangga.

Ratusan pertanyaan yang masuk melalui chating web menjadi indikator betapa mereka sangat antusias mengikuti pembelajaran daring yang berlangsung dua jam itu. Di antara mereka adalah siswa dari SMAN1 Punung Pacitan, SMAN1 Tugu Trenggalek, SMAN1 Bungkal Ponorogo, SMAN Wungu Madiun, SMAN Tongas Probolinggo, SMAN1 Abunten Sumenep, dll. Mereka itu adalah sebagian kecil dari peserta DT yang jumlahnya 14 ribu siswa lebih, dari 157 sekolah di 28 kabupaten di Jatim.

Muncul beberapa pertanyaan senada yang menarik yang untuk direnungkan bersama. Mereka menulis begini: “Saya sangat ingin menjadi wirausaha tetapi dilarang orangtua saya. Mereka maunya saya nanti bekerja jadi pegawai. Apa yang harus saya lakukan?”

Ya, selera zaman sudah berubah, tapi sayang anak-anak itu masih terkungkung selera lama orangtuanya. (*)

adrionomatabaru.blogspot.com


Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments