Akhirnya saya dan pak Sukemi Kemi berkesempatan memasuki
halaman sekolah Insan Teladan (biasa disingkat Intel), di Desa Kalisuren, Kec.
Tajurhalang, Kab. Bogor. Bertemu kawan penulis dan cikgu berkomitmen tinggi Indra
Sari, SH, M.Pd. Sudah lama saya ingin kemarin, setelah kami sempat
berkolaborasi menulis buku pesanan Kemdiknas, berjudul Kumpulan Pengalaman Inspiratif Pendidikan Karakter, pada 2010 silam.
Sekolah ini semakin berkembang saja. Dulu hanya
punya TK dan SD, sekarang sudah hadir SMP di gedung lantai atas. Rencananya
tanah pekarangan sebelah halaman TK bakal dibangun lagi untuk jenjang lebih
lanjut. Opsinya: kalau ndak SMA ya SMK.
Salah satu yang menarik dari sekolah ini adalah
diajarkannya Pendidikan Nilai Kemanusiaan (PNK). Tetapi PNK tidak hadir sebagai
mata pelajaran tersendiri melainkan diintegrasikan ke dalam semua unsur mata
pelajaran. Sekilas mirip dengan pendidikan karakter meski tidak sama persis.
PNK bersumber dari lima nilai kemanusian
yaitu, kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, dan tanpa kekerasan. Ya
pada akhirnya, ujung dari pendidikan adalah karakter.
Dalam kesehariannya siswa di ketiga jenjang
pendidikan itu masih terlibat berinteraksi, berelasi sosial sebagai bagian dari
pembelajaran PNK. Kakak-kakak SD aktif membimbing adik-adik TK untuk merapikan
diri dan barisan sebelum memasuki kelas. Kakak SMP juga mengawal dan membina perilaku
adik-adiknya yang masih SD. Siswa kecil gembira hatinya karena dapat bersahabat
dengan siswa besar.
Pagi sebelum memasuki kelas, seluruh warga sekolah duduk
berkumpul di aula untuk melakukan duduk hening dan doa bersama. Bahkan sebulan
sekali mereka belajar secara terintegratif, membentuk kelompok kecil lintasjenjang
satuan pendidikan, dengan mengambil tema tertentu.
Yang menarik, ini sekolah full day, siswa dapat
makan siang, tetapi tanpa bayar SPP alias gratis. Visi pengelola sekolah terpampang tegas pada salah satu
slogan yang menempel di dinding: Pendidikan
itu untuk dibagikan, bukan diperdagangkan.
Lalu bagaimana sekolah menyediakan makanan untuk
sekian banyak siswa dari TK sampai SMP, plus guru? Ternyata para walimurid secara sukarela
mengorganisasi diri untuk bergantian piket memasak di dapur sekolah. Sementara biaya operasional sekolah
ditanggung oleh donatur yang peduli dengan pendidikan.
Agaknya mereka adalah orang-orang begitu percaya
dengan hukum alam, “bahwa jika anak sudah dibina dan diperlakukan dengan baik
hingga menjadi manusia terdidik, maka pada saat dewasa mereka pasti akan
berbagi dan berbuat baik kepada manusia lainnya juga.”
Setiap hari ada sekitar tujuh walimurid yang
memasak di sini. Rata-rata dalam satu bulan masing-masing wali murid kena
giliran piket masak satu kali. Tidak hanya memasak, wali murid juga bergilir
piket membersihkan ruang kelas dan halaman sekolah. Relasi sekolah dan rumah
terbangun harmonis dengan aktivitas konkret seperti ini. Kegiatan parenting juga
intensif dilaksanakan dengan melibatkan walimurid dalam kegiatan sekolah
seperti pada program kelas integrasi maupun pada event tertentu.
Menurut Cikgu Indra, kini makin banyak lembaga
sekolah yang studi banding ke Insan teladan ini. Dan pihaknya dengan tangan
terbuka akan membantu, bahkan mau mengawal hingga workhsop dan persiapan perintisan
bila memang diperlukan. Terbukti sekolah full day gratis model Intel ini sudah
mulai diadopsi di beberapa kota, di antaranya di Palembang, Bali, juga
Tangerang.
Sungguh saya senang menikmati atmosfir pembaharuan
dan semangat pembentukan karakter di lembaga pendidikan ini. Yang tidak
terduga, sorenya, handphone saya bergetar. Ketua Yayasan sekolah tersebut, Pritam
Kishordas, mengucapkan terima kasih atas anjangsana saya. Beliau pun berharap
dapat bertemu dan berbincang tentang pendidikan dengan lebih santai.
Di tengah masih nyaringnya keluhan orang tua
tentang mahalnya biaya pendidikan, di tengah tersisihkannya nilai kemanusiaan
dalam proses pendidikan formal, keberadaan sekolah Insan Teladan terasa bagai
oase yang menyegarkan. (*)
adrionomatabaru.blogspot.com
Sapa para cikgu: Ardiana, Miftahul, Lia, Andriani,
Diena, Ratna, Eny, moh zahri, lailatri, dian, edi basuki, azizah hasim
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon