EKSPORTIR MUDA

 


Setiap zaman tampaknya punya tantangan dan peluang yang berbeda. Dan generasi yang terlahir agaknya juga sudah disiapkan untuk menghadapi eranya sendiri. Saya yang tergolong generasi jadul, yang kerap tergagap menyikapi keadaan, menjadi kagum dengan anak-anak muda yang lebih sigap dalam merespons sikon. 

Dulu selepas sekolah, yang terpikir oleh saya hanyalah mencari kerja di mana saja asal bisa segera mendapatkan penghasilan, melamar jadi PNS kalau bisa. Sedangkan anak milenial pikirannya sudah melesat ke depan. Sebagian dari mereka semenjak kuliah sudah kepikir untuk go internasional. 

Riyan Budiyanto lulusan Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi) adalah salah satu contohnya. Alumnus prodi Agribisnis angkatan tahun 2016 itu kini aktif menjadi eksportir muda.  Setelah selesai kuliah tahun 2021, Riyan mencermati keadaan sekitar untuk menemukan peluang usaha baru. Memetik gagasan bisnis dari realitas nyata.   

Dirinya tahu bahwa Banyuwangi memiliki banyak komoditas pertanian unggulan, antara lain buah naga dan jeruk. Bahkan merupakan pemasok buah naga terbanyak di Indonesia. Begitu banyak buah sehingga kadang sampai overproduksi, yang justru merugikan petani. Pernah terjadi petani sampai ramai-ramai membuang buah naga ke sungai atau dijadikan makanan ternak gara-gara harganya anjlok hingga Rp. 3.000 perkilogram di pohon. 

Riyan pun tergerak untuk mencari pangsa pasar baru yang lebih luas dan berdaya serap tinggi. Terpikirlah untuk menjual buah naga ke luar negeri.  Pemuda yang tinggal di Jl. Jatimas RT 4/RW 5 Dusun Krajan, Desa Bagorejo, Kec. Srono, Banyuwangi ini kemudian  menggandeng tiga orang teman satu angkatan, untuk dijadikan mitra kerja. Mereka sepakat memulai usaha rintisan (start up) dengan membuka website diekspor.com. Di sana mereka aktif mengisi kontennya. Semangat bergerak memasarkan  buah naga dan buah jeruk di lokapasar (marketplace). 

“Saya punya ide jadi eksportir sejak kuliah dulu. Waktu itu ada pelatihan online di Komunitas Bisa Ekspor. Ternyata mengekspor itu gampang, tidak seribet yang saya bayangkan. Kementerian Perdagangan sebenarnya juga memfasilitasi pelatihan seperti itu cuma sayangnya kurang publikasi. Jadi kitanya yang harus aktif jemput bola, cari informasi,” katanya. 

Usaha yang dirintis sejak 2021 itu ternyata berkembang menggembirakan. Buktinya dagangan mereka mampu menembus pasar dunia, antara lain ke negeri Cina dan Australia. Banyaknya barang yang dikirim bervariasi. Sekali kirim bisa tujuh sampai delapan ton, kadang tiga ton saja. Satu bulan rata-rata bisa kirim 10 ton. Rekor tertinggi, pernah mengekspor 18 ton. Tentu cukup besar dollar yang masuk ke rekening mereka. Apalagi patokan harga yang dipakai mengikuti harga pasaran di negara pembeli. 

Biasanya dia mengintip dulu harga buah naga di sebuah negara lewat B2B marketplace seperti alibaba.com, go4world, dan tradekey. Kemudian dibandingkan dengan harga di Banyuwangi. Dihitung-hitung biaya operasional, pengiriman, hingga premi asuransinya. Kalau potensi marginnya dirasa layak maka segera ditindaklanjuti.   

Apakah tidak menemui kendala dalam hal memenuhi standar mutu, karena kabarnya pembeli luar negeri sangat rewel, bahkan menuntut ukuran buah harus presisi? “Oh itu kan untuk negara gede-gede yang maju seperti Amerika dan Jepang. Mereka menuntut buahnya harus organik, ukuran buah harus seragam. Tidak semua negara seketat itu. Yang penting harga cocok, produk sesuai dengan permintaan, dikemas dengan baik, aman di perjalanan, ada juga negara yang mau. Tanpa diberi label mereka juga oke kok,” katanya berbagi pengalaman. 

Ketika ditanya mengapa menggunakan alamat laman  berbahasa  Indonesia, dieskspor.com, padahal calon konsumen yang dibidik adalah pembeli dari mancanegara, Riyan mengaku sengaja buat website dengan taste se-Indonesia mungkin. 

“Pedagang online di luar negeri biasanya juga melakukan hal itu. Buyer sudah paham kok bahwa ekspor itu artinya export. Tetapi narasi di dalam website tetap kami tulis dalam bahasa Inggris supaya bisa dipahami,” ujarnya. Oh, gitu. (*) 

Dicuplik dari draf buku "16 Tahun Jejak Poliwangi" yang sedang kami susun.



 

(Dikutip dari draf buku “16 Tahun Jejak Poliwangi”, yang sedang kami susun.)

Previous
Next Post »