Saya mendekatinya saat berada di antara deretan hewan kurban. Saya ulum salam, dijawab dengan suara yang berat. “Waalaikum salam,” jawab Pak Djono yang saat itu bertugas menjaga sejumlah sapi dan kambing, siang dan malam.
Kutanya kenapa suaranya serak dan terkesan kurang vit. “Sudah seminggu menjaga ini,” jawabnya. Tahun ini kali pertama yang harus dijalani dengan lebih berat. Tahun-tahun sebelumnya, paling-paling berjaga hanya satu atau dua malam saja.
Semua tahu ini gara-gara menjangkitkan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Harga hewan naik fluktuatif. Untuk mendapatkan binatang kurban bukan perkara gampang. Harus melewati proses birokrasi yang ketat, menggunakan surat pengantar dari pemerintah daerah pengiriman dan dari wilayah penerima. Harus dilengkapi surat sehat dari dokter hewan yang berwenang.
Walhasil ternak kurban harus segera dibeli dan dibawa ke lokasi masjid setempat, meski Idul Adha masih kurang sepekan. Konsekuensinya harus menjaga hewan titipan jamaah itu siang malam, termasuk memberi makanannya. Repotnya, di perumahan tidak gampang mencari tenaga yang mau menjadi penunggu, karena alasan pekerjaan dan kesibukan. Lalu datang Pak Djono yang ringan tangan, sanggup menangani tugas melekan itu.
Saat menjaga kadang Pak Djono ditemani cucu-cucunya yang merasa senang saja ikut begadang. Kadang istrinya nyambangi menemani atau aplosan menggantikan jaga barang beberapa jam. Lega Minggu ini menjadi hari terakhir mengembang tugas.
Tapi benarkah sudah ringan bebannya. Oh ternyata tidak. Selepas takhiyat akhir dan salam tadi, dirinya sudah buru-buru balik ke tenda untuk berjaga, ketika jamaah yang lain masih khusuk mendengarkan khotbah tentang fadilah dan mulianya berkurban.
Pria asal Nganjuk ini turut sibuk mengerjakan apa pun yang bisa dicandak. Membantu memegang sapi yang hendak disembelih, turut mengangkut daging, hingga ngrumat usus dan jerohan. Menyaksikan semua itu saya jadi membatin, “Sampeyan juga sudah berkurban, Pak.”
Ketika banyak orang mengangguk-angguk menangkap pesan moral di balik pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail, Pak Djono telah melaksanakan jauh-jauh hari, mungkin tanpa perlu menyadari. Ketika orang lain ribut menyiapkan bumbu sate dan gule, dirinya aktif membantu agar proses penyembelihan kurban berlangsung lancar.
Sungguh, saya respek
kepadanya. Saya mendapatkan pelajaran tentang berkorban dari tindakannya.(*)
adrionomatabaru.blogspot.com
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon