Benda yang dipandang
boleh saja sama, tetapi dapat terlihat berbeda di mata setiap orang. Ini bisa
terjadi lantaran cara pandang dan wawasan yang berlainan. Katakanlah orang
melihat sebuah apel. Si A memandangnya sebagai buah lezat yang bagus untuk diet.
Tapi Si B berasosiasi pada buah kuldi dalam kisah Adam dan Hawa. Sedang Si C justru teringat pada IPhone, perusahaan IT Apple,
karena memakai logo ikonik apel krowak.
Sementara itu ilmuwan Sir Isaac Newton malah menemukan teori grafitasi
gara-gara kepalanya tertimpa apel.
Manusia dapat menemukan makna baru di balik benda konkret yang dilihatnya, karena dia memiliki kemampuan berpikir analogis. Mampu menemukan hubungan dan persamaan dari benda-benda yang berbeda, yang sekilas seolah tidak ada kaitannya sama sekali. Otak tidak hanya merekam apa-apa yang dilihat oleh indera mata tetapi juga mampu mencarikan asosiasi dengan hal-hal yang lain.
Karena gemar belajar aneka ilmu, membuat Prof. Sugimin WW, ilmuwan fisika ITS, terampil dan kerap menggunakan cara berfikir analogis tatkala menyaksikan sesuatu benda maupun fenomena. Ini membuat cakrawala pemikirannya mengembang luas. Di matanya segala sesuatu bagaikan berlian yang kaya spektrum dan menantang untuk dikuak sekaligus dimaknai.
Dari gejala-gejala fisika Sugimin kerap menemukan arti kehidupan dengan melalui proses berpikir seperti iu. Ambil contoh, dari hukum Newton II dia tiba-tiba mendapat pemahaman baru tentang makna keakraban dan kemesraan. Hukum Newton III dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan kejujuran kepada anak didik. Kapasitor dapat menginsiprasi untuk pembentukan karakter adil, legawa, dan bijak. Lewat pokok bahasan energi kinetik dapat ditarik pelajaran mengenai sikap merasa cukup (qana’ah) dalam menjalani hidup.
Bayangkan ada seorang pria yang tengah berusaha mengangkat sebongkah batu. Batu dengan massa 10 Kilogram meter (Kgm) diangkat dari lantai sampai dengan ketinggian dua meter. Usaha orang tersebut tidak sia-sia. Usaha orang ini berubah menjadi energi potensial gravitasi sebesar mg = 20 Joule (J). Jikalau batu ini dilepaskan, maka akan menyentuh lantai dengan energi bentuk lain, yaitu energi kinetik, sebesar 20 J juga. Dalam proses ini berlaku hukum kekekalan energi mekanik.
Usaha yang dilakukan orang menjadi energi potensial. Ketika dilepaskan mencapai tanah menjadi energi kinetik yang besarnya sama dengan energi potensial tadi.Tidak ada usaha yang sia-sia. Dari gejala ini dapat ditarik analogi untuk memahami kehidupan. Energi bersifat kekal. Jadi, apapun usaha yang kita lakukan tidak akan pernah sia-sia. Dia hanya berubah menjadi energi bentuk lain yang potensial. Maka, yakinilah, kita nantinya pasti akan memperolehnya kembali dalam bentuk yang Iain.
“Nenek moyang kita dulu sering menasihati, tujuane urip iku nyambut gawe, dudu golek dhuwit (tujuan hidup itu
bekerja bukan mencari uang). Dalam menjalani kehidupan kita harus senantiasa
berusaha, atau bahasa agamanya berikhtiar. Karena semua usaha itu akan menjadi
energi potensial kehidupan kita. Energi itu akan kita peroleh kembali dalam
bentuk yang lain, tidak harus berwujud imbalan uang,” ujarnya menyimpulkan.
(adrionomatabaru.blogspot.com)
sumber foto: jagad.id
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon