MEMANAH 2017



Hidup itu seperti orang jemparingan (panahan tradisional).
Untuk berhasil dibutuhkan tiga hal: sasaran, fokus, dan aksi.
Sasaran  lazimnya dinyatakan dalam bentuk target, visi misi, resolusi, komitmen, MoU, pakta integritas, dan semacamnya. Namun sasaran hanya akan berhenti menjadi slogan manakala tidak disertai aksi nyata.

Seperti halnya seorang pemanah, aksi nyata akan berjalan efektif --hanya jika-- kita fokus kepada satu sasaran tembak. Anak panah yang dilepas busur dapat melesat cepat bila dipasang lurus ke depan.
Bisakah panah melaju sempurna dalam posisi melintang, demi untuk mengejar dua sasaran sekaligus?

Hidup itu seperti  olah jemparingan. Bukan hanya butuh aktivitas raga tetapi juga perlu gerak jiwa.
“Jemparingan  itu olahraga dan olahrasa,” kata seorang pemanah kepada saya.
Oh, mungkin karena olahrasa, sepanjang latihan, gending  Jawa terus mengalun.
Pemanah juga boleh ngunjuk wedang teh kopi atau ngudut rokok.
Membidik dilakukan dengan cara duduk, sebab di medan perang, prajurit keraton Jawa harus lihai memanah dari atas pelana kuda.

Didorong rasa ingin tahu (juga kepingin selfi) kuberanikan untuk memohon:
”Bolehkah saya mencoba merentang gendewa?”
Pria Jawa itu menanggapi dengan tutur kata yang halus:
“Boleh, tapi ada syaratnya. Panjenengan harus mengenakan pakaian adat dulu. Juga mendaftarkan diri dulu sehari sebelumnya.”
Ya, Sudahlah. Toh menonton saja sudah mendapat banyak makna.

Kini gladi jemparingan sudah mulai langka. Untungnya kegiatan ini masih dapat dijumpai secara berkala di Pendopo Ambarrukmo,  Jl. Laksda Adisucipto 81, Yogyakarta, persis di samping Ambarrukmo Plaza. Biasanya berlangsung pada  Jumat  siang hingga senja. adrionomatabaru.blogspot.com. #Ambarrukmomemories.
Previous
Next Post »