Tak perlu menunggu berlebih untuk berbagi. Tak butuh
lagi kredo "kejar pertumbuhan dahulu baru disusul pemerataan". Sebab
semua termyata bisa dijalankan secara simultan. Seperti yang dilakukan bakul
nasi kaki lima di depan RSUD Prof. dr. Iskandar, Mojosari, Jatim ini.
Rombongnya tidak begitu besar. Buka pukul 7 pagi dan
kukut pukul 13. Dalam satu hari jualan, bisa habis tiga termos nasi besar.
Yang menarik, pasangan suami istri ini menggratiskan
dagangannya setiap hari Jumat. Agar program "CSR"-nya itu diketahui
publik, maka dipasanglah plakat bertulis "Jumat Berkah Gratis".
Gak rugi kalau diserbu banyak orang saat Jumat?
"Ya, saya ndak ngitung, Mas. Sudah rutin tiap Jumat. Kan nanti
diijoli (diganti)," kata Si Mbak bakul nasi pecel dan ayam geprek itu.
"Diijoli apa?" Saya kepo dan kepingin
memancing sikap hidupnya.
"Ya macem-macem. Ya diijoli kesehatan. Ya barokah. Ya rejeki," katanya enteng.
"Ya macem-macem. Ya diijoli kesehatan. Ya barokah. Ya rejeki," katanya enteng.
Bagaimana dulu cara mengawalinya, supaya tidak merasa
rugi dalam berdagang?
"Yo wis moro dilakoni ngono ae. Pokoke, ndak
ngitung, Mas." Ditambahkan, kalau dagangannya tidak laku, sisa banyak, ya
langsung dibungkusi dan dibagikan orang2 miskin. Biar termakan, katanya.
Jawaban bakul ini begitu ringan dan sederhana. Seolah
tak ada teori yang mendasari. Tetapi siapa berani bilang sikap hidup seperti
ini adalah "sederhana"?
Di mata saya ini adalah kristalisasi dari keyakinan
hidup, keteguhan iman, dan kepasrahan penuh kepada Sang Maha Pengatur Hidup.
Dia pedagang tetapi "kalkulator" untung-ruginya seperti tidak begitu
dipakai. Boleh jadi ini laku tasawuf kuliner ala PKL kecil pinggiran jalan.
"Pecel dua teh satu, pinten, mbak?"
"Dua tiga."
"Dua tiga."
Suwun mbak. Pecele jempol. Tapi amalan sampeyan jauh
lebih jempolan. Aku ngiri, tapi durung iso nglakoni sampek sak iki. (adrionomatabaru.blogspot.com)
(Sarapan di sela nunggu mertua sakit)
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon