Sudah sepekan ini saya mencoba pola baru yaitu melakukan “pemadaman” handphone. Meniru kebijakan PLN, yang memadamkan listrik secara bergiliran, saya pun rutin mematikan sambungan seluler sejak pagi sampai siang hari.
Setengah hari tanpa direcoki dengan komunikasi daring ternyata menjadi saat yang sangat berharga. Benar-benar waktu emas, my time. Buktinya saya dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik dan banyak aktivitas tambahan dapat terselesaikan.
Saya memang seperti mundur sekian puluh tahun ke belakang, ketika dunia belum begitu terkoneksi. Ketika kita masih dapat leluasa menjadwal waktu berdasar program pribadi kita sendiri, bukan tergoda oleh ajakan ketemuan mendadak oleh teman dunia maya, dikendalikan permintaan klien yang tak kunjung habis, atau keasyikan chatting yang tidak penting.
Tentu ada risiko yang harus ditanggung. Satu dua kontak penting jadi lepas. Beberapa teman juga uring-uringan, “angel temen golekane!” Koordinasi jadi sedikir terhambat. Juga kadang telat membaca unggahan yang diawali dengan kata “innalilahi”. Tak apa. Itu konsekuensi logis.
Agaknya pola seperti itu akan saya jalankan di hari-hari mendatang. Menurut saya, mencipta kebiasaan baru yang mempribadi itu perlu dicoba. Agar saya tetap dapat mengendarai sang waktu, bukan terus-terusan diburu waktu.
Memang tingkat ketergantungan dan kepentingan setiap orang terhadap koneksi jaringan tidaklah sama. Akan tetapi menjaga kewarasan agar tidak sepenuhnya larut dalam dunia online perlu tetap dijaga. Sebab kita spesies dunia nyata, bukan dunia maya.
ilustrasi: merchantmaverick.com
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon